Renungan untuk para Manusia Modern (1) — Kapitalisme
Bismillah.
Kapitalisme
dari zaman Nabi Adam AS, hingga zaman Al Mahdi
dari zaman Agrikultur hingga zaman Industrialisasi
dari zaman Barter, ke zaman Uang, hingga zaman Cashless.
dari hidup bersama, komunal, hingga hidup sendiri-sendiri.
dari zaman Feodalisme, hingga ke zaman ‘Demokrasi”
sungguh, peradaban manusia telah mengalami gejolak naik turun yang begitu hebat. “History repeats itself, first as tragedy, second as force” begitu kata mbah Marx. Manusia, yg awalnya hidup bersama, hidup secara komunal, kini telah terjebak dalam naungan individualisme yang langka akan nilai humanis, yang hanya mementingkan dirinya sendiri. mereka kini telah berevolusi menjadi mesin penggenjot kapital yang terus ‘bekerja’ memutar roda perekonomian agar ‘kehidupan’ ini terus berlangsung normal, begitu sih katanya.
Kapital, ya, artikel ini akan membahas seputar Kapitalisme, dan korelasinya dengan kehidupan modern kita saat ini.
sebelum kita bahas lebih lanjut, saya mau kasih sebuah disclaimer terlebih dahulu; saya bukan penganut paham Sosialisme ataupun Komunisme (walaupun saya mempelajari kedua paham ini cukup dalam, saya sendiri pun hidup di lingkungan yang kapitalistik.) artikel ini juga sama sekali tidak ada bermaksud untuk memojokkan dunia per-politik-an di Indonesia, ini hanya merupakan sebuah buah pemikiran saya semata.
tl;dr
“saya hanya mengharapkan sebuah Tatanan kehidupan yang lebih baik, yang lebih humanis, dimana tidak ada lagi homo homini lupus, tapi terwujudnya sebuah nilai, yaitu : “By the people, for the people” bukannya “By the Institution, for the Institution”
Okay, let’s start, i have some good ‘quote’ about it:
“Why do some people have to go barefoot so that others can drive luxury cars?”
“Why do some people have to be miserably poor in order that the others can be extravagantly rich?”
“I speak for all the children in the world who don’t even have a piece of bread”
“The liberty of a democracy is not safe if the people tolerated the growth of private power to a point where it becomes stronger than the democratic state itself. That in its essence is fascism: ownership of government by an individual, by a group, or any controlling private power.”
― Franklin D. Roosevelt
Capitalism has no moral and ethical values: everything is for sale. It is impossible to educate people in such an environment: people become selfish, and sometimes turn into bandits. — Fidel Castro.
Kapitalisme, Pasar Bebas, Globalisasi, apapun namanya, intinya sama; Profit.
mengambil margin tidaklah buruk, tetapi, Keserakahan, Greed, yang membuat kapitalisme ini menjadi semakin buruk konotasinya.
biarlah cerita pendek Iqbal dan Dimas ini menjelaskan apa itu kapitalisme yang baik dan apa itu kapitalisme yang buruk:
Pembukaan.
Iqbal dan Dimas, dua sahabat karib ini sudah seperti sebuah biji, yang tidak terpisahkan kemanapun mereka pergi. Mereka mulai menjalin pertemanan sejak di bangku TK, susah dan senang mereka lalui bersama (ceilahh :p)
Singkat cerita, mereka pun lulus SMA, walaupun mereka belum siap untuk ‘berpisah’ dan memulai jalan hidup masing-masing, mereka harus melalui jalan ‘perpisahan’ itu.
“Tenang aja dim, sahabat mah gabakal kemana” pungkas Iqbal, “Kalau tuhan berkehendak pasti kita bakal nyatu lagi”. Mereka pun pergi ke tanah rantau nya masing-masing.
Iqbal memilih untuk Kuliah di Luar negri, ia memasuki sebuah perguruan tinggi yang cukup ternama, Fakultas bisnis dan manajemen. Dimas memilih untuk bekerja di sebuah perusahaan penyedia jasa IT, sembari kuliah di Fakultas TI di sebuah perguruan tinggi yang tidak terlalu terkenal, namun masih cukup bermutu.
Hampir delapan tahun mereka berpisah, tetapi mereka terus menjalin komunikasi. hingga akhirnya, Iqbal lulus S2 dan mendapat gelar MBA nya, pas juga Dimas lulus S2 IT nya dan mendapat gelar M.T.
Setelah Hampir satu dekade semenjak Kelulusan SMA, ya, mereka belum pernah berjumpa lagi sejak saat itu. Memasuki bulan ramadhan, SMA mereka mengadakan acara Buka bersama sekaligus Reuni Akbar, singkat cerita Iqbal dan Dimas pun sepakat untuk kembali bersua di acara ini.
Dimas pun tiba di acara bukber tersebut dengan tepat waktu, melampiaskan kerinduannya dengan kawan-kawan lama, dan juga dengan, ehem, pasangan Cinta monyetnya yang sekarang sudah semakin cantik. ^_^
Skip,
Iqbal pun datang, mobil besar nya yang sudah seperti roti tawar itu tidak bisa nyalip sana sini, jadi datang nya agak telat, karena macet, alasannya.
Sontak kedua sejoli ini pun berpelukan, melepas kerinduan yang sudah begitu mendalam.
Pencanangan.
“gimana kabarmu Bal? Asik kuliah di singapur ?”
“Yah gitu deh dim, gw kuliah sambil kerja juga kok, ya alhamdulillah berkat usaha dan ketekunan gw, udh kebeli Alphard, hehe.
“Wailaa gaya bener, sombong lu ye sekarang”
“ahahaha” balas iqbal,
“Dim, lu bosen ga sih, kerja sama orang lain terus?”
“bosen sih bal, tapi ya mau gimana lagi, kan emg udah sistem nya begitu.”
“Gimana kalo kita bikin perusahaan sendiri aja dim? Modal nya dari gue dulu, lu bantu di sisi teknikal, gw di operasional nya”
“Hmm gimana ya bal, pengalaman gw kayanya belum cukup deh kalo buat buka perusahaan sendiri”
“Justru itu dim! kita cari pengalaman kita lewat bisnis yang bakal kita buka ini! Sekarang ini kan lagi heboh era-nya Mobile, kita buka Software house aja gimana? kan pas tuh di bidang Lo, nanti kita omongin lagi deh gimana-gimana nya, yang penting lu nya dulu nih, deal apa engga?”
“Yaudah bal, boleh tuh, let’s give it a try!”
Singkat cerita, perjalanan bisnis mereka banyak naik turun nya, sedih dan senang pun mereka lalui bersama, “seperti waktu sekolah dulu” pungkas mereka.
Dimas yang Idealis, ditambah Iqbal yang Kapitalis. Kombinasi yang Klop.
dari yang awalnya hanya bertiga (iqbal di bagian operasional perusahaan & marketing, dimas dan satu karyawan di bagian pengerjaan Software) dan berkantor di sebuah ruko kecil, sampai perusahaan mereka memiliki 40 orang pegawai dan mempunyai gedung sendiri. Mereka lalui bersama.
Sampai akhirnya client kelas kakap pun mereka garap; Bank, perusahaan Teknologi, Perusahaan TV, dan masih banyak lagi perusahaan lainnya yang memesan software untuk meningkatkan efisiensi bisnis mereka ke perusahaan Dua Sejoli ini.
Pernah suatu ketika mereka deal sebuah proyek Aplikasi Payroll (penggajian), bukan sembarang aplikasi penggajian, karena yang memesan adalah sebuah stasiun TV Swasta yang baru saja IPO di bursa saham Indonesia.
Nilai Proyeknya: 10 Milyar Rupiah.
Penghakiman.
“Bakal makin kaya kita nih dim, hahaha” Canda iqbal sepulang meeting dengan representatif dari Client.
“Iya bal, alhamdulillah, ini pertama kali kita dapat proyek 10 digit begini. gimana kalo sebagian dari uang ini kita sumbangin, mungkin ke panti asuhan, atau ke lembaga sosial yang membutuhkan, biar usaha kita makin berkah. sekalian berbagi ke yang lain juga”. Dimas menambahkan.
“Hmm, gimana ya dim, usulmu bagus sih, tapi apa gak lebih baik kalau uang ini kita gunakan untuk meningkatkan skala perusahaan aja? kita bisa rekrut lebih banyak pegawai, atau beli alat produksi yang lebih bagus. atau, kita gunakan untuk keperluan pribadi kita :)”
“Idemu Bagus sih bal, tapi perusahaan kita selama ini belum pernah amal atau melakukan CSR ke pihak manapun. untuk meluaskan skala perusahaan ini gw rasa belum perlu banget. pas banget bal ini momentum nya, kita dapet rejeki nomplok, kenapa ga kita bagi sebagian ke yang membutuhkan?”
“Ah ga asik lo dim, panti dan lembaga sosial itu kan udh banyak yang nyumbang, biarin aja orang orang lain itu yg nyumbang, toh kita kan juga membutuhkan, apa kamu ga bosen naik alphard tua ini terus? Kita bisa pakai uang ini buat beli Mobil dinas yang lebih bagus, biar lebih ‘meyakinkan’ juga kalau ketemu client”
“Tapi alphard ini masih bagus kok, lagian apa kamu ga punya rasa Kasian, rasa empati, rasa kemanusiaan ke orang-orang yang membutuhkan itu? kasihan saudara-saudara kita itu, disaat kita enak-enakan bermewah-mewah begini, perut mereka berkerucuk, berkeroncong, merengek karena kelaparan.”
“Dim, 10 Milyar ini uang yang jumlahnya fantastis, masa iya kamu mau amalin gitu aja?”
“gw ga nyurun ngamalin semuanya kok bal, cukup 1/10 nya aja, lagian untuk biaya produksi software ini kan ga lebih dari se perempat nya. masih banyak uang tersisa, apa salahnya berbagi ?”
“Kita bisa beli Mercedes terbaru, atau Bentley sekalian, atau tingkatin kantor kita yang sekarang. kamu ga mau usaha kita lebih maju? skala nya lebih besar?”
“Setelah kamu deh bal, Saya ttp mau Kita amalin Satu milyar dari pemasukan Proyek Ini, kalau kamu gamau, Saya resign!”
Percekcokan itu pun diakhiri dengan dimas yang resign dari perusahaan, menyisakan Iqbal sebagai satu-satunya Direktur di perusahaan.
Dari percakapan diatas, terdapat intisari dari sisi buruk kapitalisme: Keserakahan, Greed.
Apa salahnya berbagi sebagian kecil dari penghasilan kita? toh dengan berbagi kita dapat membantu sesama, bermanfaat buat sesama, tidak hanya mementingkan diri sendiri saja.
Itu contoh kecil dari kapitalisme, contoh besarnya, bisa anda baca di artikel berikut (berbahasa inggris) :
What It’s Like Living Without Health Insurance in America
Sampai disini dulu pembahasan kita kali ini, di postingan berikutnya akan saya lanjutkan postingan ini dengan topik:
Renungan untuk para Manusia Modern (2) — Konsumerisme
“Karena konsumerisme lah yang menopang kapitalisme.”
akhir kata, wabillahi taufiq wal hidayah, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.