#176 — Pengalaman Sehari jadi Atheist

Ardi Muhammad
4 min readOct 22, 2021
Mitsuya Cider (三ツ矢サイダー, Mitsuya Saidā)

Ardi kecil sedari SD sudah gemar membaca buku di perpustakaan sekolah, ia sudah terbiasa membaca karena dirumahnya banyak buku-buku komik milik kakaknya.

sewaktu masih SD ia banyak membaca buku nonfiksi seperti “Why?” series yg acap kali membahas soal Sains, dan juga “Why? People” yg menceritakan kisah hidup “orang-orang hebat” sepeti Steve Jobs, Steven Hawking, dan Albert Einstein. (yang sedikit banyak berkontribusi kepada cara berpikir & cara bersikap dari seorang Ardi)

Uniknya, ia juga baca buku cetak kakak kelasnya,misalnya pas ia masih kelas 4, ia baca buku cetak kelas 6. “biar tau duluan apa yg nanti saya bakal pelajari” alasannya.

tentulah ia merasa kesulitan membaca buku-buku itu, karena memang “belum waktunya” untuk dibaca. seperti halnya ketika masa awal SMK, ia mencoba baca buku-buku Filsafat seperti Madilog, Das Kapital (bhs inggris), dan Sophie’s World (bhs Inggris)

Awal Kenal Filsafat.

“Awal kenal Filsafat itu dari Channel YouTube ‘Ngaji Filsafat’ milik Pak Fahrudin Faiz, berawal dari nonton Video Pengantarnya, terus lanjut ke video isme-isme kaya Kapitalisme, Sosialisme, Marhaenisme, dll.”

Channel YouTube gaji Filsafat

Karena mengambil jurusan RPL alias Software Engineering yang membutuhkan ketajaman berpikir, Ardi remaja tertantang untuk mengasah logika (logos) nya dengan mendalami filsafat. melalui tiga buku itulah ia mulai mendalami filsafat.

“Hmm, apa sih weltanschauung itu? apa sih syllogism itu? apa sih logical fallacy, catch 22 (kalo mau kerja harus punya pengalaman, kalau mau punya pengalaman ya harus kerja dulu.)

ya, otaknya dibuat pusing dengan semua hal itu. tapi tentu saja dari berpusing-pusing ria itu ketajaman berpikirnya bertambah.

Hingga akhirnya Ardi remaja mulai “nakal” dengan ilmu baru nya itu, ia mencoba me-rasionalkan agama yang dianutnya, Islam.

“Masa iya Nabi Isa (Yesus) lahir tanpa ayah? kalau mau pembuahan itu kan harus ada sperma nya.”

“Kenapa sih kita harus Sholat?”

“Apa iya, jika seseorang ingin berbuat baik / bermoral, ia harus beragama?”

“Ngapain sih kita harus beragama, bikin ribet aja, gaboleh kredit berbunga, gaboleh minum Alkohol, gaboleh Sex Bebas, padahal itu semua kan enak, mempermudah hidup, dll.”

Banyak sekali pertanyaan Ardi remaja yg diajukan ke dirinya sendiri, hingga akhirnya ia kebingungan sendiri dan menjadi Atheist.

“Sehari ngga sholat enak juga yah. ‘jeda’ diantara rutinitas pun hilang, kerja berasa lebih enak karena ga kepotong jeda.”

(padahal jeda / istirahat itu perlu loh, bayangkan jika anda terus-terusan kerja selama 4 hari tanpa istirahat & tidur meski hanya satu jam, pasti anda mati kan?

dan tahun lalu saya baca Daniel H. Pink, kata dia; justru, sering-sering jeda walaupun sebentar (mirip sholat dong) itu malah lebih bagus dibanding anda kerja 8 jam terus-terusan tanpa istirahat. pas saya SMP dan SMK ada istirahat setiap 3 jam sekali. (15 menit di jam 9 pagi, 1 jam di jam 12.15 siang)

“Rasa bersalah karena memiliki pacar yang seorang katolik (sudah jadi mantan) pun juga hilang, enak sekali rasanya jadi atheist.”

Tapi…

saya kehilangan sesuatu yang lebih berharga.

yaitu sosok tempat bergantung, tempat meminta, tempat berharap.

sosok yang tiap hari, sehari 5 kali (melatih kedisiplinan juga loh) saya mengucap “wahai yang memiliki segala ilmu, berikan hamba petunjuk supaya hamba bisa memperbaiki diri.”

Rasanya Kehilangan sosok tersebut, tidak bisa di deskripsikan dengan kata-kata. ya, saya sudah dibiasakan sedari kecil di keluarga untuk memelihara Sholat apapun yang terjadi. sudah belasan tahun menjadi kebiasaan, yang sehari-full saja tidak melakukan, guilt nya itu kerasa sekali.

Lagipula,

banyak juga kok “aturan” di agama Islam yang make sense (masuk akal), contohnya pengharaman bunga (Interest). (pengharaman absolut, mau 1 perak pun tetap haram, tidak seperti di agama sebelah yang kalau bunganya tinggi baru tidak boleh. (Usury))

beberapa waktu lalu saya baca bukunya Pak Adiwarman Karim (Ustadz Gocap, skrg udah jadi komisaris BSI) di buku beliau, simpelnya, bunga / riba / interest itu membuat sesuatu yg uncertain (belum pasti) menjadi certain (pasti)

semisal anda pinjam uang ke saya 50 juta untuk buka usaha, dengan bunga flat 5% (tidak compounding.)

disini, anda SUDAH menanggung 2 (DUA) resiko, sementara saya SUDAH PASTI untung.

  1. usaha anda belum tentu profitable (menghasilkan UNTUNG)
  2. anda HARUS membayar bunga / interest
  3. saya PASTI untung karena saya PASTI terima bunga dari uang yang anda pinjam.

    (mau ada badai kek, usaha anda laku / ngga kek, saya ga peduli, yang penting balikin uang saya + bunga nya.

    beda dengan Investment yg sistemnya Profit Sharing namun Risk nya juga di share. basically sistem Ekonomi Syariah ya begitu. sistem yang tidak dzholim (tidak jahat) karena Islam itu memang rahmatan lil alamin, karunia, berkah dari Allah untuk ummat manusia yang memahaminya.

Perjalanannya sendiri, dari Sholat sekadar karena disuruh orang tua -> Atheist selama sehari -> Mendalami Islam, itu cukup panjang. mungkin akan kami tulis dilain waktu.

yang jelas, banyak tuan guru yg berjasa mulai dari Ustadz Adi, Ustadz Somad, Habib Harus, Bya Hamka, KH Zainuddin MZ, dan guru, kyai, serta Habaib dan para ulama yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.

Sekarang saya lagi mencoba-baca Human Action nya Ludwig Von Mises, belajar apa itu praxeology dan kaitannya dengan Austrian Economics.

Sekian dan Terimakasih.

22/10/21.

Ardi Muhammad Husen.

--

--

Ardi Muhammad

21 Years old. CEO & Founder, Freelancer, Unemployed. Choose one according to the needs